REMBANG DAN LEGENDA DAMPU AWANG dari beberapa versi
Sekitar
tahun Saka 1336, datanglah orang Campa Banjarmlati sebanyak delapan
orang yang pandai membuat gula tebu. Orang-orang Campa itu pindah dari
negerinya berangkat melalui lautan menuju ke barat hingga mendarat
disekitar sungai yang kiri-kanannya ditumbuhi pohon bakau. Mereka
dipimpin oleh kakek Pow Ie Din. Ketika mendarat, mereka melakukan doa
dan semedi. Kemudian mereka mulai menebang pohon bakau dan diteruskan
oleh yang lain. Selanjutnya tanah yang telah terbuka itu dijadikan
lahan pategalan, pekarangan, perumahan, dan perkampungan. Kampung
tersebut dinamakan KABONGAN berasal dari kata bakau menjadi Ka-Bonga-an.
Pada suatu hari, saat fajar menyingsing pada bulan Waisaka...,
orang-orang akan memulai "ngrembang" (mbabat; memangkas) tebu. Sebelum
ngrembang dimulai, terlebih dahulu diadakan upacara suci sembahyang dan
semedi di tempat tebu serumpun yang akan dipangkas. Upacara pemangkasan
tebu ini dinamakan "Ngrembang Sakawit". Dari kata ngrembang inilah
kemudian menjadi kata REMBANG sebagai nama Kota Rembang saat ini.
Menurut shahibul hikayat, upacara "ngrembang sakawit" dilaksanakan pada
hari Rabu Legi, saat dinyanyikan kidung, Minggu Kasadha, Bulan Waisaka,
Tahun Saka 1337 dengan candra sengkala: Sabda Tiga Wedha Isyara.
MUNCULNYA PEMERINTAH KABUPATEN REMBANG
Pada
mulanya asal nama Kabupaten Rembang sebagai kota atau wilayah masih
belum dapat dibuktikan dengan tepat, hal ini disebabkan karena sumber -
sumber atau bukti - bukti tertulis yang menceritakan tentang Rembang
atau aktifitas kotanya belum ditemukan. Salah satu sumber yang berasal
dari penuturan cerita secara turun menurun dan ditulis oleh Mbah Guru
disebut bahwa nama Rembang berasal dari Ngrembang yang berarti membabat
tebu . Dari kata Ngrembang inilah dijadikan nama kota Rembang hingga
saat ini. Munculnya Pemerintahan Kabupaten Rembang pada masa Kolonial
Belanda berkaitan erat sebagai akibat dari perang Pacinan. Terjadinya
perang Pacinan pada waktu itu akibat dari peraturan dan tindakan
sewenang - wenang dari orang Belanda (VOC) di Batavia pada tahun 1741
yang kemudian meluas hampir keseluruh Jawa termasuk Jawa Tengah. Pada
tahun 1741 pertempuran meletus di Rembang di bawah pimpinan Pajang. Pada
waktu itu kota Rembang dikepung selama satu bulan dan Garnisun kompeni
yang ada di kota Rembang tidak mampu menghadapi pemberontak . Rakyat
Rembang dibawah pemerintahan Anggajaya dengan semboyan perang suci
dengan perlawanan luar biasa akhirnya dapat menghancurkan Garnisun
Kompeni. Sehingga pada tanggal 27 Juli 1741 ditetapkan sebagai hari jadi
Kabupaten Rembang. Dengan Suryo Sengkala "SUDIRO AKARYO KASWARENG
JAGAD" yang artinya : Keberanian Membuat Termasyur di Dunia
Asal Usul Nama Rembang Versi lain
Legenda Rakyat Dari Kabupaten Rembang
Al Kisah Sunan Bonang dan Dampo Awang Beserta Jangkar Kapal Dampo Awang.
Sejak
dulu Tiongkok atau Cina dikenal sebagai pedagang dan pelaut yang ulung
para utusan kerajaan maupun para pedagangnya menyebar ke seluruh dunia.
Termasuk ke Nusantara terutama untuk mencari rempah-rempah sseta
memasarkan hasil kerajinannya diantaranya Emas, Kain Sutera, Keramik,
Lukisan dan sebagainya.
Dahulu kala datanglah seorang pelaut dan pedaganG yang sangat tersohor yang bernama Dampo Awang pada tahun 1405M beserta kapal-kapal pengawalnya yang berisi prajurit kerajaan. Awalnya ia hanya seorang kasim biasa namun karena kepandaiannya ia diangkat oleh raja Zhu Di menjadi utusan kerajaan, pelaut sekaligus, seorang pedagang yang ulung. Dalam sebuah memulai kegiatan perniagaan di Rembang utamanya di sekitar Pelabuhan Lasem yang sekarang terletak di Desa Ndasun, di Lasem sendiri terdapat sungai yang cukup besar yaitu sungai Babagan yang dulu digunakan senagai jalur transportasi maka tak mengherankan di sekitar sungai Babagan berdiri perkampungan Pecinan dan Klenteng-klenteng. Cheng Ho sebagai orang asing yang melakukan kegiatan perniagaan dan tinggal sementara di Lasem boleh dibilang ia hampir menguasai perdagangan di Pesisir Rembang si kisahkan ia mempunyai kediaman sementara yang cukup besar yang di jaga ketat oleh pasukan gagah yang ia bawa dari negeri Tiongkok, awalnya masyarakat menerima Dampo Awang dengan baik karena keramahannya tapi setelah ia merasa kaya dan sukses dalam berdagang ia mennjadi sombong dan Congkak bahkan terkesan semena-mena kepada rakyat setempat.
Berita inipun sampai ke Sunan Bonang selaku sesepuh di Lasem dan sekitarnya, Lasem yang saat itu sudah dikenal sebagai kota yang religius dengan Sunan Bonang sebagai orang yang dituakan. Karena banyak mendengarkan keluhan dari banyak warga dan santrinya Sunan Bonang pun mengunnjungi kediaman Dampo Awang yang tidak jauh dari Pelabuhan Lasem bermaksud menayakan tentang hal ini.
Beliau datang dengan dua orang santrinya, beliau seperti biasa menggunakan sorban putih dan berpenampilan sederhana namun terlihat sangat berwibawa. Setelah menempuh perjalana dari Pondoknya di Desa Bonang ahirnya Sunan Bonang Sampailah di kediaman Dampo Awang yang sangat megah di kelilingi tembok yang tebal dan tinggi, di depan gerbang rumahnya berdiri dua penjaga yang sangat gagah tinggi besar dan terlihat membawa tameng dan tombak yang runcing.
Penjaga: “Hai siapa kalian, berani-beraninya datang ke kediaman Lakmana Agung dari Tiongkok!”
Santri: “Kami dari Bonang saya dan Sunan (Bonang) ingin bertemu sebentar dengan Tuanmu Dampo Awang”
Penjaga: “Hahahaha... seenaknya kalian ingin bertemu dengan Tuanku, kalian hanya rakyat jelata kalian tidak kami ijinkan!”
Santri: “hei jaga bicaramu penjaga...kalian tidak tau kalau beliau ini adalah Kyai dan Ulama’ Besar di Lasem ini..
Sunan Bonang: “sudah..sudah cukup tidak usah berseteru lagi..penjaga kalau kami tidak diijinkan masuk baiklah sampaikan sekarang juga pada Tuanmu, Sunan Bonang ingin bertemu”
Penjaga: “Baiklah..”
Kemudian salah satu penjaga menemui Dampo Awang yang nampak sibuk menghitung dan mendata beberapa hasil perniagaannya
Penjaga: “Ampun Tuanku, Ada 3 Orang ingin bertemu Tuan...salah satu nama mereka adalah Sunan Bonang”
Dampo Awang: “Sunan Bonang? (Dampo Awang terkejut) baiklah suruh mereka masuk”
Bergegas sang penjaga kembali ke gerbang rumah Dampo Awang dan mempersilahkan mereka masuk.
Dampo Awang: “Selamat datang saudaraku, lama tidak bercengkarama denganmu..silakan duduk..silahkan..dan nikmati hidangan yang ada di meja...”
Sunan Bonang: “Terimakasih Dampo Awang...bagaimana kegiatan perniagaanmu?”
Dampo Awang: “hahaha...angin barat tahun ini agaknya sedikit menghambat kegiatanku berlayar dan berdagang”
Sunan Bonag; “Tak apalah Dampo Awang kiranya Laksamana Sebesar anda sudah terbiasa dengan kondisi alam seperti ini”
Dampo Awang: “hahaha...emm sebenarnya ada apa gerangan Sunan dan santri sunan bersedia berkunjung ke kediamanku, sepertinya ada hal penting?”
Sunan Bonang: “ Saudaraku...sebelumnya saya minta maaf atas kedatanganku ini..bukan bermaksud apa-apa Cuma saya mendapat banyak keluhan dari warga Lasem tentang anda,ya tentang sikap anda kepada pedagang kecil dan penduduk sekitar”
Dampo Awang: “sikapku yang mana Sunan?”
Sunan Bonang: “Mohon maaf sekali lagi, bukan maksud saya memfitnah anda..mereka bercerita tentang sikap sombong anda serta kesewang-wenangan anda kepada pedagang kecil di sekitar Pelabuhan Lasem”
Dahulu kala datanglah seorang pelaut dan pedaganG yang sangat tersohor yang bernama Dampo Awang pada tahun 1405M beserta kapal-kapal pengawalnya yang berisi prajurit kerajaan. Awalnya ia hanya seorang kasim biasa namun karena kepandaiannya ia diangkat oleh raja Zhu Di menjadi utusan kerajaan, pelaut sekaligus, seorang pedagang yang ulung. Dalam sebuah memulai kegiatan perniagaan di Rembang utamanya di sekitar Pelabuhan Lasem yang sekarang terletak di Desa Ndasun, di Lasem sendiri terdapat sungai yang cukup besar yaitu sungai Babagan yang dulu digunakan senagai jalur transportasi maka tak mengherankan di sekitar sungai Babagan berdiri perkampungan Pecinan dan Klenteng-klenteng. Cheng Ho sebagai orang asing yang melakukan kegiatan perniagaan dan tinggal sementara di Lasem boleh dibilang ia hampir menguasai perdagangan di Pesisir Rembang si kisahkan ia mempunyai kediaman sementara yang cukup besar yang di jaga ketat oleh pasukan gagah yang ia bawa dari negeri Tiongkok, awalnya masyarakat menerima Dampo Awang dengan baik karena keramahannya tapi setelah ia merasa kaya dan sukses dalam berdagang ia mennjadi sombong dan Congkak bahkan terkesan semena-mena kepada rakyat setempat.
Berita inipun sampai ke Sunan Bonang selaku sesepuh di Lasem dan sekitarnya, Lasem yang saat itu sudah dikenal sebagai kota yang religius dengan Sunan Bonang sebagai orang yang dituakan. Karena banyak mendengarkan keluhan dari banyak warga dan santrinya Sunan Bonang pun mengunnjungi kediaman Dampo Awang yang tidak jauh dari Pelabuhan Lasem bermaksud menayakan tentang hal ini.
Beliau datang dengan dua orang santrinya, beliau seperti biasa menggunakan sorban putih dan berpenampilan sederhana namun terlihat sangat berwibawa. Setelah menempuh perjalana dari Pondoknya di Desa Bonang ahirnya Sunan Bonang Sampailah di kediaman Dampo Awang yang sangat megah di kelilingi tembok yang tebal dan tinggi, di depan gerbang rumahnya berdiri dua penjaga yang sangat gagah tinggi besar dan terlihat membawa tameng dan tombak yang runcing.
Penjaga: “Hai siapa kalian, berani-beraninya datang ke kediaman Lakmana Agung dari Tiongkok!”
Santri: “Kami dari Bonang saya dan Sunan (Bonang) ingin bertemu sebentar dengan Tuanmu Dampo Awang”
Penjaga: “Hahahaha... seenaknya kalian ingin bertemu dengan Tuanku, kalian hanya rakyat jelata kalian tidak kami ijinkan!”
Santri: “hei jaga bicaramu penjaga...kalian tidak tau kalau beliau ini adalah Kyai dan Ulama’ Besar di Lasem ini..
Sunan Bonang: “sudah..sudah cukup tidak usah berseteru lagi..penjaga kalau kami tidak diijinkan masuk baiklah sampaikan sekarang juga pada Tuanmu, Sunan Bonang ingin bertemu”
Penjaga: “Baiklah..”
Kemudian salah satu penjaga menemui Dampo Awang yang nampak sibuk menghitung dan mendata beberapa hasil perniagaannya
Penjaga: “Ampun Tuanku, Ada 3 Orang ingin bertemu Tuan...salah satu nama mereka adalah Sunan Bonang”
Dampo Awang: “Sunan Bonang? (Dampo Awang terkejut) baiklah suruh mereka masuk”
Bergegas sang penjaga kembali ke gerbang rumah Dampo Awang dan mempersilahkan mereka masuk.
Dampo Awang: “Selamat datang saudaraku, lama tidak bercengkarama denganmu..silakan duduk..silahkan..dan nikmati hidangan yang ada di meja...”
Sunan Bonang: “Terimakasih Dampo Awang...bagaimana kegiatan perniagaanmu?”
Dampo Awang: “hahaha...angin barat tahun ini agaknya sedikit menghambat kegiatanku berlayar dan berdagang”
Sunan Bonag; “Tak apalah Dampo Awang kiranya Laksamana Sebesar anda sudah terbiasa dengan kondisi alam seperti ini”
Dampo Awang: “hahaha...emm sebenarnya ada apa gerangan Sunan dan santri sunan bersedia berkunjung ke kediamanku, sepertinya ada hal penting?”
Sunan Bonang: “ Saudaraku...sebelumnya saya minta maaf atas kedatanganku ini..bukan bermaksud apa-apa Cuma saya mendapat banyak keluhan dari warga Lasem tentang anda,ya tentang sikap anda kepada pedagang kecil dan penduduk sekitar”
Dampo Awang: “sikapku yang mana Sunan?”
Sunan Bonang: “Mohon maaf sekali lagi, bukan maksud saya memfitnah anda..mereka bercerita tentang sikap sombong anda serta kesewang-wenangan anda kepada pedagang kecil di sekitar Pelabuhan Lasem”
Mendengar ucapan Sunan Bonang itu Dampo Awang mulai naik pitam...ia marah dan tersinggung dengan ucapan Sunan Bonang dan Berkata
Dampo Awang: “ Sunan Bonang...aku teringgung dengan ucapanmu itu..pengawal usir mereka dari sini...”
Santri: “Dampo Awang kamu telah bersikap tidak sopan dengan sesepuh Lasem..keterlaluan kamu...ingatlah kamu hanya seorang pendatang kami bisa saja mengusirmu dari Lasem!!”
Mendengar ucapan itu Dampo Awang semakin marah besar kemudian ia berkata
Dampo Awang: “ Baiklah kalau begitu aku juga tidak pernah takut dengan kalian...hei Sunan Bonang..besok pagi datanglah bersama santri-santrimu hadapi aku dan pasukanku siapa yang paling hebat disini dan siapa yang berhak di usir dari Tanah Lasem ini!!...”
Sunan Bonang: “Aku tidak pernah menginginkan semua ini diselasaikan dengan kekerasan..tapi kalau itu maumu baiklah...”
Kemudian Sunan Bonang pulang, sore harinya ia memberitahukan kepada santri-santrinya tentang ucapan Dampa Awang, semua santri bersedia ikut berperang mengusir kesombongan Dampo Awang dan para pasukannya. (Pondok pesantren Sunan Bonang di yakini berada di sekitar Pasujudan Sunan Bonang yang sampai sekarang banyak dikunjungi peziarah).
Dampo Awang: “ Sunan Bonang...aku teringgung dengan ucapanmu itu..pengawal usir mereka dari sini...”
Santri: “Dampo Awang kamu telah bersikap tidak sopan dengan sesepuh Lasem..keterlaluan kamu...ingatlah kamu hanya seorang pendatang kami bisa saja mengusirmu dari Lasem!!”
Mendengar ucapan itu Dampo Awang semakin marah besar kemudian ia berkata
Dampo Awang: “ Baiklah kalau begitu aku juga tidak pernah takut dengan kalian...hei Sunan Bonang..besok pagi datanglah bersama santri-santrimu hadapi aku dan pasukanku siapa yang paling hebat disini dan siapa yang berhak di usir dari Tanah Lasem ini!!...”
Sunan Bonang: “Aku tidak pernah menginginkan semua ini diselasaikan dengan kekerasan..tapi kalau itu maumu baiklah...”
Kemudian Sunan Bonang pulang, sore harinya ia memberitahukan kepada santri-santrinya tentang ucapan Dampa Awang, semua santri bersedia ikut berperang mengusir kesombongan Dampo Awang dan para pasukannya. (Pondok pesantren Sunan Bonang di yakini berada di sekitar Pasujudan Sunan Bonang yang sampai sekarang banyak dikunjungi peziarah).
Di
pagi yang buta tampak kapal-kapal besar dampo Awang sudah terlihat
berlabuh di Pantai Bonang dekat Pondok Sunan Bonang. Ia bersama pasukan
yang bersenjatakan tameng tombak dan pedang. Di pinggir pantai Sunan
Bonang yang berdiri paling depan beserta santrinyapun sudah siap
mengahdapi pasukan Dampo Awang. Sunan Bonang dan santrinya mengenakan
pakaian putih dan mengenakan sorban putih sambil memegang tasbih seraya
berdzikir kepada Tuhan.
Dampo Awang langsung menabuh genderang perang, dan perang besarpun dimulai. Pasukan Dampo Awang dari atas kapal menembakkan peluru-peluru meriam membuat santri Sunan Bonang banyak yang meninggal. Santri-santri ahirnya berhasil naik ke atas kapal dan terjadi peperangan yang memakan banyak korban di kedua belah pihak. Di sisi lain Dampo Awang dan Sunan Bonang berhadapan saling mengandalkan ilmu kanoragannya. Pepearangan di udara antara mereka terlihat imbang karena sama-sama sakti mandra guna, Dampo Awang kembali kembali turun ke kapal besarnya sedangkan Sunan Bonang justru terbang ke atas bukit Bonang, dari atas bukit ia mengeluarkan aji-aji kanoragannya tepat mengenai kapal Dampo Awang dan hancurlah kapal yang sangat besar itu beserta isinya berhamburan terpental jauh skitar 15 km hingga ke Rembang, layarnya membatu kini menjadi Bukit Layar di desa Bonang Kecamatan Lasem, Jangkarnya yang besar terpental sampai di Pantai Kartini Rembang, tiang kapalnya menancap dekat pasujudan Sunan Bonang di desa Bonang, lambung kapalnya tengkurap yang kini menjadi Gunung Bugel (lereng Gunung Lasem) antara Lasem dan kecamatan Pancur.
Karena dalam pertarungan itu tidak ada yang kalah dan menang ahirnya Sunan Bonang menghenntikan duel udara itu yang hingga sampai di pesisir desa Pandean Rembang itu.
Sunan Bonang: “Dampo Awang ilmu kita sepertinya imbang, bagaimana kalau kita bertarung dengan cara lain..”
Dampo Awang: “hahahaha..Sunan Bonang mau melawan aku dengan cara apa lagi kamu?!”
Sunan Bonag: “Lihatlah Jangkar kapalmu itu, tebaklah apakah jangkar itu akan Kerem (tenggelam) atau Kemambang (terapung)?”
Dampo Awang: “hei kalau Cuma menebak seperti itu anak kecil juga bisa..jelas jangkar besi itu akan Kerem (tenggelam)”
Sunan Bonang: “kamu salah Dampo Awang jangkar itu akan Kemambang (terapung)”
Karena mereka sama-sama sakti ketika mereka mengucap Kerem jangkar itu akan tenggelam dan Kemambang jangkar itu akan terapung
Kedua Kata KEREM dan KEMAMBANG saling terucap dari mereka dan jangkarpun menjadi tenggelam dan terapung (Kerem dan Kemambang).
Ahirnya Jangkar besi besar itu Kemambang dengan demikian Sunan Bonang memenangkan pertarungan itu, maka Dampo Awang beserta pasukannya bersedia pergi dari Lasem dan pindah ke Semarang. Dalam Hati Sunan Bonang Berkata dalam Bahasa Jawa “Wewengkon kang jembar pinggir segoro nangin isih kebak alas iki tak wenehi aran REMBANG supoyo ing reja-rejaning jaman wong biso reti lan iling ono prastawa kang gedhe ing jamanku iki”. (wilayah yang luas pinggir laut namun masih berhutan lebat ini saya beri nama REMBANG agar saat peradaban mulai ramai orang bisa tau dan ingat pernah ada peristiwa yang besar di jamanku ini).
--------------------------------------------wallahu alam bishshawab
Dampo Awang langsung menabuh genderang perang, dan perang besarpun dimulai. Pasukan Dampo Awang dari atas kapal menembakkan peluru-peluru meriam membuat santri Sunan Bonang banyak yang meninggal. Santri-santri ahirnya berhasil naik ke atas kapal dan terjadi peperangan yang memakan banyak korban di kedua belah pihak. Di sisi lain Dampo Awang dan Sunan Bonang berhadapan saling mengandalkan ilmu kanoragannya. Pepearangan di udara antara mereka terlihat imbang karena sama-sama sakti mandra guna, Dampo Awang kembali kembali turun ke kapal besarnya sedangkan Sunan Bonang justru terbang ke atas bukit Bonang, dari atas bukit ia mengeluarkan aji-aji kanoragannya tepat mengenai kapal Dampo Awang dan hancurlah kapal yang sangat besar itu beserta isinya berhamburan terpental jauh skitar 15 km hingga ke Rembang, layarnya membatu kini menjadi Bukit Layar di desa Bonang Kecamatan Lasem, Jangkarnya yang besar terpental sampai di Pantai Kartini Rembang, tiang kapalnya menancap dekat pasujudan Sunan Bonang di desa Bonang, lambung kapalnya tengkurap yang kini menjadi Gunung Bugel (lereng Gunung Lasem) antara Lasem dan kecamatan Pancur.
Karena dalam pertarungan itu tidak ada yang kalah dan menang ahirnya Sunan Bonang menghenntikan duel udara itu yang hingga sampai di pesisir desa Pandean Rembang itu.
Sunan Bonang: “Dampo Awang ilmu kita sepertinya imbang, bagaimana kalau kita bertarung dengan cara lain..”
Dampo Awang: “hahahaha..Sunan Bonang mau melawan aku dengan cara apa lagi kamu?!”
Sunan Bonag: “Lihatlah Jangkar kapalmu itu, tebaklah apakah jangkar itu akan Kerem (tenggelam) atau Kemambang (terapung)?”
Dampo Awang: “hei kalau Cuma menebak seperti itu anak kecil juga bisa..jelas jangkar besi itu akan Kerem (tenggelam)”
Sunan Bonang: “kamu salah Dampo Awang jangkar itu akan Kemambang (terapung)”
Karena mereka sama-sama sakti ketika mereka mengucap Kerem jangkar itu akan tenggelam dan Kemambang jangkar itu akan terapung
Kedua Kata KEREM dan KEMAMBANG saling terucap dari mereka dan jangkarpun menjadi tenggelam dan terapung (Kerem dan Kemambang).
Ahirnya Jangkar besi besar itu Kemambang dengan demikian Sunan Bonang memenangkan pertarungan itu, maka Dampo Awang beserta pasukannya bersedia pergi dari Lasem dan pindah ke Semarang. Dalam Hati Sunan Bonang Berkata dalam Bahasa Jawa “Wewengkon kang jembar pinggir segoro nangin isih kebak alas iki tak wenehi aran REMBANG supoyo ing reja-rejaning jaman wong biso reti lan iling ono prastawa kang gedhe ing jamanku iki”. (wilayah yang luas pinggir laut namun masih berhutan lebat ini saya beri nama REMBANG agar saat peradaban mulai ramai orang bisa tau dan ingat pernah ada peristiwa yang besar di jamanku ini).
--------------------------------------------wallahu alam bishshawab
Kabupaten
Rembang, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya
adalah Rembang. Kabupaten ini berbatasan dengan Teluk Rembang (Laut
Jawa) di utara, Kabupaten Tuban (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Blora
di selatan, serta Kabupaten Pati di barat.
Makam pahlawan pergerakan emansipasi wanita Indonesia, R. A. Kartini, terdapat di Kabupaten Rembang, yakni di jalur Rembang-Blora (Mantingan).
Makam pahlawan pergerakan emansipasi wanita Indonesia, R. A. Kartini, terdapat di Kabupaten Rembang, yakni di jalur Rembang-Blora (Mantingan).
ASAL USUL KOTA REMBANG VERSI LAINNYA LAGI..
Dahulu
kala ada seorang saudagar kaya yang bernama Dampo Awang. Dia berasal
dari Negara Cina. Dia ingin pergi kesuatu tempat untuk mengajarkan
ajaran Kong Hu Cu dengan cara mengarungi samudera bersama para pengawal
setianya. Suatu hari dia sampai di tanah jawa bagian timur. Dampo Awang
sangat senang akan daerah itu sehingga dia bermaksud untuk berlabuh
disana dan menetap sambil mengembangkan ajaran yang dibawanya. Suatu
saat Dampo Awang bertemu dengan Sunan Bonang, Sunan Bonang adalah salah
satu dari 9 wali yang menyebarkan agama islam di tanah jawa. Pada saat
pertemuan pertama kali itu, Dampo Awang sudah memperlihatkan sikap
kurang baik pada Sunan Bonang. Dampo Awang takut jika ajaran yang selama
ini dia ajarkan akan hilang dan digantikan dengan ajaran agama islam.
Perlu diketahui bahwa Dampo Awang sudah terbiasa dengan orang awam di
jawa sehingga dia dapat berbahasa dengan baik.
Saat
Sunan Bonang mau mendirikan Salat Ashar. Dampo Awang berfikir untuk
mecelekai Sunan Bonang. Dia menyuruh pengawalnya untuk menaruh racun ke
air putih dalam kendi yang berada diatas meja. Setelah selesai shalat
Sunan Bonang menuju ke meja makan. Dampo Awang mengira bahwa Sunan
Bonang akan meminum air dalam kendi tersebut. Tetapi dugaan Dampo Awang
keliru, sebenarnya Sunan Bonang mau mengaji.
Hari demi hari telah berlalu, setiap waktu shalat Sunan Bonang
mengumandangkan
adzan dan shalat, setelah shalat Sunan Bonang mengaji diteras rumahnya.
Setiap orang – orang yang lewat di depan rumahnya dan mendengar suara
Sunan Bonang saat mengaji dan adzan menjadi kagum akan ayat – ayat
alllah. Kemudian banyak penduduk menjadi pemeluk agama islam. Lama –
kelamaan pengikut sunan semakin banyak.
Tidak
lama kemudian Dampo Awang mendengar peristiwa tersebut dia sangat marah
karena pengikutnya semakin berkurang lalu Dampo Awang mengirim
pengawalnya untuk menjemput Sunan Bonang . Mula – mula Sunan
Bonang
menolak tetapi karena dia merasa kasihan akan pengawal – pengawal Dampo
Awang, jika Sunan Bonang tidak ikut mereka akan dihukum pancung.
Akhirnya Sunan Bonang bersedia untuk datang ke kediaman Dampo Awang.
Saat Sunan Bonang tiba di kediaman Dampo Awang, Dampo Awang menyambutnya
dengan ramah. Namun dibelakang dari keramahan tersebut Dampo Awang
telah merencanakan sesuatu. Dampo Awang menyuguhi Sunan Bonang dengan
buah – buahan segar, makanan enak, minuman lezat, dll. Sunan Bonang
tidak menaruh curiga sedikitpun kepada Dampo Awang, padahal Dampo Awang
berniat mencelakainya. Saat ditengah perjamuan, tiba – tiba Dampo Awang
meminta agar Sunan Bonang meninggalkan daerah itu. Tetapi Sunan Bonang
menolak karena dia sudah berniat untuk mengajarkan agama islam di daerah
itu. Dampo Awang sangat marah mendengar ucapan Sunan Bonang yang baru
saja diucapkannya tadi. Lalu Dampo Awang menyuruh pengawalnya untuk
menyerang Sunan Bonang tetapi dengan waktu yang sangat singkat Sunan
Bonang dapat mengalahkan pengawal – pengawal Dampo Awang. Dampo Awang
tidak terima akan kekalahannya. Dia kembali ke negaranya untuk menyusun
stategi dan kekuataan baru.
Setelah
beberapa tahun Dampo Awang kembali lagi ke tanah jawa sambil membawa
pasukan yang lebih banyak dari sebelumnya. Pada saat sampai di tanah
jawa dia sangat kaget sekali karena semua penduduk didaerah itu sudah
menganut agama islam. Dampo Awang marah lalu mencari Sunan Bonang. Dampo
Awang tidak bisa menahan amarahnya ketika dia sudah bertemu dengan
Sunan Bonang sehingga dia langsung menyerang Sunan Bonang lebih dulu
tetapi dengan singkat Sunan bisa mengalahkan Dampo Awang dan
pengawalnya. Kemudian Dampo Awang diikat didalam kapalnya setelah itu
Sunan Bonang menendang kapalnya sehingga seluruh bagian kapal tersebar
kemana – mana. Setelah itu sebagian kapal terapung di laut. Dampo Awang
menyebutnya “ Kerem ( Tenggelam ) “ sedangkan Sunan Bonang menyebutnya “
Kemambang ( Terapung ) “. Kemudian lama – kelamaan masyarakat
mengucapkan Rembang yang berasal dari kata Kerem dan Kemambang. Akhirnya
di daerah itu dinamakan Rembang yang sekarang menjadi salah satu
Kabupaten yang ada di Jawa Tengah.
Jangkarnya
sekarang ada di Taman Kartini sedangkan Layar kapal berada dibatu atau
biasanya sering disebut “ Watu Layar “ dan kapalnya dikabarkan menjadi
Gunung Bugel yang ada di kecamatan Pancur karena bentuknya menyerupai
sebuah kapal besar dan diatas Gunung ada sebuah makam konon disana
merupakan makam Dampo Awang.
Perlu
diingat asal – usul kota rembang banyak versinya sehingga tidak setiap
orang mengetahui asal – usul kota Rembang yang sama versinya.
KOMPAS.com —
Ada cerita mengenai sebuah jangkar yang terdampar di Pantai Kartini,
Rembang, Jawa Tengah. Saat tiba di Pantai Kartini, aneka wahana
permainan untuk anak-anak memadati pantai. Di manakah jangkar itu?
Ternyata, jangkar itu bersemayam dengan apik di sebuah kolam ikan. Di
salah satu sisi terpajang papan besar berisi komik. Komik itu
mengisahkan asal usul jangkar yang diberi nama "Jangkar Dampo Awang".
Seperti
tertera pada komik itu, sebuah legenda yang diceritakan dari mulut ke
mulut menuturkan kisah antara Dampo Awang dan Sunan Bonang. Dampo Awang
adalah seorang musafir dari negeri China. Saat menjelajahi lautan, ia
singgah di pesisir Pulau Jawa. Dampo Awang kemudian mendengar tentang
kesaktian Sunan Bonang. Ia pun bertekad untuk menjajal kemampuan Sunan
Bonang.
Kapal
pun ia arahkan ke Pantai Regol. Di sana ia sempat berpapasan dengan
rombongan yang sedang berjalan. Tak disangka, orang itu adalah Sunan
Bonang yang sedang berjalan bersama para santri. Keesokan harinya, Dampo
Awang mencari Sunan Bonang di padepokan. Dampo Awang berteriak-teriak
memanggil Sunan Bonang yang tengah mengajar para santri. Awalnya, Sunan
Bonang berusaha untuk sabar walau dipanggil-panggil dengan cara tak
sopan.
Namun,
Dampo Awang terus memanggil-manggil Sunan Bonang. Sunan Bonang pun
menghampiri si musafir itu. Terkejutlah Sunan Bonang karena ternyata
Dampo Awang adalah orang asing. Selayaknya orang asing, ia pun harus
diperlakukan sebagai tamu. Namun, Dampo Awang tetap bersikukuh ingin
mengadu ilmu dengan Sunan Bonang. Akhirnya karena terus didesak,
pertarungan pun terjadi antara Sunan Bonang dan Dampo Awang.
Sunan
Bonang memenangkan pertarungan. Ia kemudian mengikat Dampo Awang di
tiang kapal. Kapal armada Dampo Awang itu pun kemudian ditendang Sunan
Bonan ke lautan. Kapal itu hancur berantakan. Konon, layarnya terdampar
di daerah Bonang dan menjadi Watu Layar. Sementara jangkarnya terdampar
di Rembang. Tepatnya di Pantai Kartini yang kini disebut juga sebagai
Dampo Awang Beach.
Alkisah,
saat kapal yang membawa Dampo Awang mulai tenggelam, Dampo Awang
berteriak "kerem" yang berarti tenggelam. Sementara Sunan Bonan
berteriak "kemambang" yang berarti melayang di atas laut. Dari dua kata
inilah muncul nama Rembang. Jika Anda berkesempatan melewati Rembang
dalam rangka mudik, jangan lupa mampir ke Pantai Kartini. Selain Anda
bisa menyaksikan jangkar penuh cerita legenda tersebut, di area ini juga
terdapat berbagai permainan yang cocok untuk anak-anak.
Uniknya,
tidak seperti beberapa peninggalan bersejarah yang terkesan diabaikan.
Tata pamer Jangkar Dampo Awang di Pantai Kartini begitu apik. Apalagi
papan informasi yang menyertai jangkar tersebut bukan sekadar kertas
putih bertuliskan legenda di balik jangkar tersebut. Oleh pengelola
pantai, informasi mengenai Jangkar Dampo Awang ditampilkan dalam bentuk
komik petualangan sehingga mampu menarik perhatian para pengunjung.
RADEN PANJI SINGOPATOKO
(KYAI ABDUL ROHMAN)
(KYAI ABDUL ROHMAN)
(Asal-usul Desa Gedug, Karangasem, Ngatoko, Telogo, Tapaan, Kasingan)
Pada
tahun 1440-1490 Kadipaten Lasem diperintahkan oleh Prabu Santi Puspo.
Prabu Santi Puspo anak Prabu Santi Bodro. Prabu Santi Bodro anak Prabu
Bodro Nolo dengan Puteri Cempo. Prabu Bodro Nolo anak Prabu Wijoyo
Bodro. Prabu Wijoyo Bodro anak Prabu Bodro Wardono. Prabu Bodro Wardono
anak Dewi Indu/ Dewi Purnomo Wulan/ Prabu Puteri Maharani dengan Rajasa
Wardana. Dewi Indu adalah saudara sepupu Prabu Hayam Wuruk Wilotikto.
Dewi Indu pernah menjadi ratu di Kadipaten Lasem. Jadi Prabu Santi Puspo
masih keturunan raja-raja Majapahit.
Pada
masa pemerintahan Prabu Santi Puspo, Kadipaten Lasem mencapai keadilan
dan kemakmuran. Rakyat hidup serba kecukupan tidak kurang suatu apapun.
Prabu Santi Puspo seorang dermawan, suka memberi pertolongan kepada yang
membutuhkan. Pada suatu saat Prabu Santi Puspo berangan-angan ingin
memperluas wilayah kadipatennya. Keinginan beliau sangat kuat, maka
dipanggillah Raden Panji Singopatoko untuk melaksanakan tugas membuka
hutan atau babat alas di sebelah selatan Desa Kabongan terus ke selatan.
No comments:
Post a Comment